Mengenal Nahdlatul Wathan, Ormas Islam Terbesar di NTB
[Nusantara]Mengenal Nahdlatul Wathan, Ormas Islam Terbesar di NTB
Nahdlatul Wathan yang lebih akrab dikenal dengan NW oleh masyarakat
Nusa Tenggara Barat (NTB) telah berkiprah selama 74 tahun dalam
mencerdaskan masyarakat Pulau Lombok, baik dari ilmu agama maupun ilmu
umum lainnya.
Organisasi ini lahir sebagai organisasi dengan manajemen modern
pertama di NTB yang didirikan oleh Tuan Guru Kiai Haji (TGKH) Zainuddin
Abdul Majid, ulama lulusan Madrasah Saulatiyah Makkah Al Mukarromah.
Pendirian Nahdlatul Wathan
Nahdlatul Wathan, berasal dari dua suku kata dalam bahasa arab,
yaitu kata Nahdloh yang berarti kebangkitan dan kata Wathan yaitu tanah
air, Nahdlatul Wathan berati kebangkitan negeri (kebangkitan sebuah
bangsa) ini tercermin dalam kiprahnya yang terus bergerak dalam bidang
pendidikan, sosial dan dakwah Islamiyah yang selalu berpegang teguh
dalam Islam Ahlussunnah wal Jamaah ala Madzhabil Imamisy Syafii
Rodiallohu Anhu.
Cikal bakal dari NW adalah Pesantren Al Mujahidin, Madrasah
Nahdlatul Wathan Diniyah Islamiyah (NWDI) dan Madrasah Banat Diniyah
Islamiyah (NBDI), yang didirikan di Kampung Bermi Desa Pancor, pada
tahun 1934 oleh TGKH Zainuddin Abdul Majid, tiga bulan setelah
kepulangan beliau belajar di Makkah Al Mukarromah.
Menurut penuturan puteri beliau Hajjah Siti Raehanun Zainuddin
Abdul Majid, pendirian pesantren tersebut terdorong karena ingin
memajukan masyarakat yang pada saat itu masih dalam kebodohan dan
keterbelakangan akibat dari tekanan pemerintah colonial Belanda. Maka
beliau berfikir satu-satunya cara untuk mengangkat harkat dan martabat
umat Islam maka diperlukan lembaga pendidikan dan diajar berbagai ilmu
pengetahuan baik itu ilmu agama maupun ilmu umum lainnya.
Setelah melalui perjuangan panjang akhirnya pada tanggal 15
Jumadil Akhir 1356 Hijriyah yang bertepatan dengan tanggal 22 Agustus
1937 NWDI secara resmi didirikan, hari lahir NWDI tersebut kemudian
sampai dengan saat ini selalu diperingati secara meriah tidak hanya oleh
murid-murid beliau dari seluruh Nusantara tetapi juga masyarakat NTB.
Eksistensi NWDI sebagai organisasi telah diakui oleh Pemerintah RI
berdasarkan Akte Nomor 48 tanggal 19 Oktober 1956 yang dibuat dan sahkan
oleh Notaris Pembantu Hendrik Alexander Malada di Mataram, Akte Nomor
50 Tanggal 25 Juli 1960 dibuat dan disahkan oleh Notaris Pengganti Sie
Ik Tiong di Jakarta, Penetapan Menteri Kehakiman Tanggal 17 Oktober 1960
Nomor:J.A./105/5 dan dimuat dalam Tambahan Berita Negara RI Nomor 90
Tanggal 8 November 1960, AKte Nomor 31 Tanggal 15 Februari 1987, Akte
Nomor 32 Tanggal 15 Februari 1987 yang dbuat dandi sahkan oleh Wakil
Sementara Abdurrahim, SH di Mataram dan Akte Nomor 23 Tanggal 24 Agustus
2002 Nomor 23 yang dibuat dan disahkan oleh Notaris Lalu Sribawa, SH di
Mataram dan Akta Nomor 08 Tanggal 12 Oktober 2005 yang dibuat dan
disahkan oleh Notaris Lalu Sribawa, SH di Mataram.
Sejak organisasi ini didirikan telah diadakan 12 kali Muktamar dan 1
kali Muktamar Kilat Istimewa, yaitu pada tanggal 28-30 Januari 1977 di
Pancor. Sedangkan setelah wafatnya TGKH. Zainuddin Abdul Majid pada
tanggal 21 Oktober 1997, Muktamar telah dilaksanakan sebanyak dua kali.
Muktamar pertama, yaitu Muktamar X berlangsung Tanggal 24-26 Juli
1998 di Praya LOmbok Tengah dan yang terpilih saat itu adalah Hajjah
Siti Raehanun Zainuddin Abdul Majid, puteri pendiri NW yang kembali
terpilih untuk kedua kalinya dalam Muktamar XI yang berlangsung tanggal
14-16 Agustus 2004 di Anjani.
Pada Muktamar XII yang berlangsung pada tanggal 29-31 Juli 2009
ini, masyarakat NW yang dikenal dengan aniturain masih memiliki harapan
besar agar Hajjah Siti Raehanun Zainuddin Abdul Majid tetap memimpin
menjadi Ketua Pengurus Besar NW untuk lima tahun ke depan karena telah
berhasil membawa kemajuan yang sangat signifikan bagi perkembangan NW,
baik dalam bidang dakwah, sosial dan politik.
Organisasi ini beserta lembaga-lembaga otonomnya telah tersebar
luas ke seluruh Nusantara, dengan Pengurus Besar (PB) di tingkat pusat,
Pengurus Wilayah (PW) di tingkat provinsi, Pengurus Daerah (PD) di
tingkat kabupaten/kota, Pengurus Cabang (PC) untuk tingkat kecamatan,
Pengurus Anak Cabang untuk tingkat desa/kelurahan dan Pengurus Ranting
untuk tingkat dusun/ lingkungan.
Untuk mengendalikan organisasi sejak Muktamar X, PBNW berkedudukan
di Mataram Ibu Kota NTB. Sedangkan pusat NW dalam menjalankan
kegiatannya sejak Muktamar X tanggal 25 Maret 2001 bertempat di Desa
Kalijaga Kecamatan Aikmel Lombok Timur dan sejak Senin 26 Maret 2001
berpindah ke Ponpes Syaikh Zainuddin di Desa Anjani Kecamatan Suralaga.
Di Anjani NW berkembang pesat dibangun di atas komplek seluas 23
are. Berbagai lembaga pendidikan dari dasar hingga menengah didirikan,
demikian juga dengan lembaga-lembaga sosial dan lembaga penyiaran
seperti radio dan penerbitan lainnya. Di tempat baru inilah para
Masyayikh, sebutan untuk para pengasuh/ guru/dosen menggembleng para
santri untuk meneruskan tradisi pendiri NW.
Amal usaha Nahdlatul Wathan
Untuk mencapai tujuannya, NWDI melaksanakan amal usaha dalam bidang
pendidikan, sosial dan Dakwah Islamiyah. Adapun jumlah lembaga
pendidikan yang telah didirikan berjumlah 900 buah, berupa TK Islam,
Madrasah Ibtidaiyah, SD Islam, Madrasah Tsanawiyah Muaallimin, Madrasah
Tsanawiyah Muallimat, Madrasah Tsanawiyah, Madrasah Aliyah Muallimin,
Madrasah Aliyah Muallimat, Madrasah Aliyah, SLTP, SMA, Madrasah Aliyah
Keagamaan Putra-Putri, Mahad Darul Quran wal Hadits, Institut/
Universitas/Sekolah Tinggi dan Pondok pesantren.
Sedangkan untuk lembaga sosial didirikan panti asuhan, asuhan
keluarga, Klinik Keluarga Sejahtera. Dalam bidang kesehatan didirikan
Klinik Bersalin, Klinik Pondok Pesantren, sedangkan dalam bidang ekonomi
didirikan koperasi NW.
Sejarah singkat Pendiri NW
Nahdaltul Wathan didirikan oleh TGKH Zainuddin Abdul Majid, nama
kecilnya Muhammad Saggaf lahir di Bermi Desa Pancor, tanggal 17 Robiul
Awal 1316 H dari pasangan Tuan Guru Haji Abdul Majid yang dikenal juga
dengan nama Guru Muminah dan Hajjah Halimatussadiyah.
Muhammad Assagaf sejak anak-anak terkenal kecerdasan dan
kesolehannya serta sangatlah patuh kepada orang tuanya. Setelah lulus
Sekolah Rakyat (SR) 4 tahun yang dimasukinya pada umur delapan tahun,
Muhammad Assagaf memohon restu kedua orang tuanya untuk menuntut ilmu ke
Makkah pada tahun 1321H/1923M, kedua orantuanyalah yang kemudian
mengantar ke Madrasah Saulatiyah.
Di tempat ini beliau dikenal sebagai murid yang tekun dan selalu
meraih nilai lebih tinggi di antara teman-teman seangkatannya, sehingga
beliau disayang oleh guru-gurunya seperti Syaikh Hasan Muhammad Al
Masyasyath, Syaikh Sayyid Amin Al-Kutbi, dan Syaikh Salim Rahmatullah.
Setelah belajar selam 12 tahun di Makkah, atas perintah guru beliau
yang paling dikagumi Syaikh Hasan Muhammad Al-Masysyath pada tahun 1934
beliau pulang ke tanah kelahirannya dan mendirikan Pesantren
Al-Mujahidin, Madrasah NWDI, Madrasah NBDI dan organisasi NW.
Selain aktif berdakwah TGKH ZAinuddin Abdul Majid pernah menjadi
anggota Konstituante dan MPR RI serta penasehat MUI Pusat. Aktif juga
berhasil menulis beberapa karya yang cukup besar seperti kumpulan
doa-doa yang dikenal dengan Hizib Nahdlatul Wathan, yang setiap malam
Jumat ramai dibaca di masjid-masjid, surau, dan pondok pesantren di
Pulau Lombok, serta puluhan karya tulis lainnya. Lagu-lagu karangan
beliau juga sangat akrab di telinga masyarakat Pulau Lombok tidak hanya
di lingkungan Abituren NW.
Ulama yang masyhur sampai di tanah Arab ini wafat pada pukul 19.53
WITA, hari Selasa 20 Jumadil Akhir 1418 H/21 Oktober 1997 M. Sederet
nama cucu beliau yang siap berjuang meneruskan kiprah NW, di antaranya
cucu tertua TGH Lalu Gede Muhammad Wira Sakti Amir Murni, Lc yang baru
pulang menuntut ilmu dari Yordania dan Raden Tuan Guru Bajang KH Lalu
Gede Muhammad Zainuddin Atsani, Lc alumni Madrasah Saulatiyah.
Mahad Darul Hadits Wal Quran
Untuk meneruskan tradisi keilmuan yang didapatkan di Madrasah
Saulatiyah Makkah Al Mukarromah, TGKH ZAinuddin Abdul MAjid mendirikan
Mahad Darul Hadits Wal Quran (MDQH), sebuah perguruan tinggi yang khusus
sebagai tempat mendalami ilmu agama, yang ditempuh selam empat tahun
bagi santri laki-laki dan tiga tahun bagi santri perempuan.
Cara belajar di MDQH adalah dengan halaqah (bersila) mengikuti cara
ulama Salaf dengan berbusana putih bawah dan atas. Sejak mula tahun
1998 setelah mendapat petunjuk gaib dari TGH Zainuddin Abdul Majid,
puteri beliau Hj Siti Raehanun Abdul Majid, MDQH yang ada di Pancor
kegiatannya dipindah ke Anjani.
MDQH sebagian besar masayikhnya (dosennya) adalah alumni Madrasah
Saulatiyah, karena itu tradisi keilmuan di MDQH Anjani masih tetap sama
seperti apa yang diajarkan oleh pendiri NW. Salah seorang dari masyayikh
tersebut adalah cucu kesayangan beliau dari Raden Tuan Guru Bajang KH
Lalu Gede Muhammad Zainuddin Atsani, LC, salah seorang harapan baru bagi
kemajuan Nahdlatul Wathan. (darma/zul/sak)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar